Download Kisah KALIGRAFI KONTEMPORER Masuk MTQ 
(Didin Sirojuddin AR)
Awal munculn…

Download Kisah KALIGRAFI KONTEMPORER Masuk MTQ (Didin Sirojuddin AR) Awal munculn…

[ad_1]
Judul Asli : Kisah KALIGRAFI KONTEMPORER Masuk MTQ
(Didin Sirojuddin AR)
Awal munculn… Gratis Terlengkap Resolusi Besar Tinggi
Artikel :

Kisah KALIGRAFI KONTEMPORER Masuk MTQ 🔲🖌️
(Didin Sirojuddin AR)

Awal munculnya gagasan KALIGRAFI KONTEMPORER masuk ke dlm MTQ, sebetulnya, bermula dari obrolan dg Mas Syaiful Adnan saat nunggu pembukaan Pameran Lukisan Islami di Gd. Planetarium TIM Jakarta, akhir th 1980an. "Mas Didin, apakah bisa memperjuangkan 'kaligrafi lukis' ke MTQ, khusus utk para pelukis biar mereka bisa ikut MTQ?" Rasanya waktu itu blm terdengar kata "kaligrafi kontemporer". Yg banyak disebut justeru "kaligrafi lukis" atau "lukisan kaligrafi" atau "lukisan kaligrafi Islami" atau "seni lukis kaligrafi Islam" yg mulai ngetrend sejak diselenggarakannya Pameran Seni Lukis Islami pertama pada MTQNas XI/1979 di Semarang. Pameran keduanya pada saat Muktamar Mediamasa Islam Sedunia th 1981 di Gd. JCC Senayan, Jakarta. Termasuk pemrakarsa ke-dua2nya adalah Bpk. Joop Ave, Dirjen/Mentri Parpostel yg luarbiasa perhatian pd karya2 lukisan bernuansa Islam.
Usulan Mas Syaiful itu mengusik pikiran saya. Rasanya betul juga, karena sesungguhnya "perjalanan kaligrafi sendiri adalah perjalanan mencari gaya2, perjalanan mencari mazhab2 baru" seperti yg saya baca. Tapi yg terjadi di th '80an itu justeru "permusuhan" yg sengit dan "peperangan" terbuka antara para khattat (kaligrafer) tradisional dg pelukis kaligrafi. Para khattat menuduh para pelukis telah "merusak tulisan", sebaliknya Syaiful yg mewakili para pelukis menyatakan bhw "kaligrafi tdk hanya selesai pada huruf" tapi harus dilukis. Prof. Ahmad Sadali sendiri yg kita anggap sebagai pelopor kehadiran "Seni Lukis Kaligrafi Islami Indonesia" malah bilang kpd saya, "kaligrafi tdk boleh dipluntat-plintut- plentotkan yg menyebabkan kehilangan fungsi2 keterbacaannya."
Rada aneh, saya yg seorang khattat murni tradisional waktu itu malah lebih senang membela pelukis. Saya katakan kpd kawan2 khattat yg keras ngototnya itu, "kita justeru hrs belajar kpd pelukis." Waktu itu saya terpencil sendirian karena nyobat sendirian dg para pelukis Syaiful Adnan, A.D. Pirous, Amang Rahman Zubair, Amri Yahya (Pak Amang dan Pak Amri malah pernah malam2 ke rumah saya saat Festival Istiqlal), Hendra Buana, Yetmon Amier, Sayid Akram, Abay D. Subarna, Firdaus Alamhudi, Pak Arsono dll.
Maka, 3 th sejak MTQNas XVI/1991 di Yogya, tepatnya saat MTQNas XVII/1994 di Pekanbaru, soal kaligrafi kontemporer tsb mulai aktif saya diskusikan dg teman2. Banyak yg menyambut. Tapi tdk sedikit yg mengecam dan menolak bahkan menyatakan penentangannya, yaitu tadi, karena "dianggap merusak". Tapi saya maju terus, "karena ini wAllahi sangat baik" meniru jawaban Umar saat usulannya utk mengumpulkan Al-Qur'an ditolak Abu Bakar. Waktu itu saya ingat juga kata2 Amri Yahya, "Kalau ingin maju, tutup mata tutup telinga!" Sampai 20 th kemudian, tepatnya pd MTQNas XXV/2014 di Batam, Kaligrafi Kontemporer diterima utk dimusabaqahkan. Selama 20 tahun diperjuangkan, baru dikabulkan. Penantian lumayan panjang ya. 😆🔲✍️
Saat mau usul itu saya men-cari2 kosakata yg pas utk nama jenis lomba ini. Sudah ada istilah "lukisan kaligrafi" dan lomba "kaligrafi alternatif" waktu itu yg jadi pertimbangan. Yg jelas, trending topic dan obyeknya harus KALIGRAFI tapi "kaligrafi yg berbeda", "kaligrafi yg lain", bukan kaligrafi murni tradisional spt. Naskhi, Tsulus, Farisi, Diwani, Diwani Jali, Riq'ah, dan Kufi yg sudah ada dlm 3 golongan lomba (Naskah, Hiasan Mushaf, dan Dekorasi) sebelumnya. Akhirnya, saya menemukan konsep 5 gaya KALIGRAFI KONTEMPORER (خط معاصر/خط حديث) menurut Prof. Ismail R Al-Faruqi dlm kitabnya "The Cultural Atlas of Islam", yaitu 1) Kontemporer TRADISIONAL (معاصرتقليدى), mengacu kpd karya tokohnya spt. Said Al-Saggar, Muh. Ali Syakir, Ilham Al-Said, Emin Berin, dan Adil Al-Saggar, 2) Kontemporer FIGURAL (معاصرشكلى), mengacu kpd karya tokohnya spt. Sayid Naquib Al-Attas dan Sadequain, 3) Kontemporer EKSPRESIONIS (معاصرتعبيري), mengacu kpd karya tokohnya spt. Hassan Massoudy, Qutaiba Al-Syeikh Noury, dan Dhiya Al-Azawi, 4) Kontemporer SIMBOLIS (معاصررمزى), mengacu kpd karya pelopornya antara lain Qutaiba Al-Syeikh Noury, dan 5) Kontemporer ABSTRAK (معاصرتجريدى), mengacu kpd karya tokohnya spt. Muhammad Ghani, Naja Al-Mahdawi, Muhammad Saber Fauzi, Hossen Zenderoudi, Kamal Boullata, Rashid Qoreishi, dan Al-Said Hassan Shakir. Jadi, yg kontemporer itu gaya tulisannya: KALIGRAFI KONTEMPORER (yg bisa diartikan "kaligrafi masakini" atau "kaligrafi baru"), bukan Seni Lukis Kontemporer.
Nah, gaya2 semacam ini sebetulnya sudah diamalkan di Indonesia, terutama sejak geger kehadiran "kaligrafi lukis" tahun 1980an. Beberapa karya dg "mazhab individual" yg benar2 khas dan berbeda, waktu itu, saya namai khat Syaifuli (karya khas Syaiful Adnan), khat Akrami (Sayid Akram), khat Amani (Amang Rahman), dan khat Pirousi (A.D. Pirous).
Masuknya Kaligrafi Kontemporer ke dlm lingkup MTQ disyaratkan harus dg kisi-kisinya sebagai aturan dan keriteria penjurian dlm buku "Pedoman Musabaqah Al-Qur'an" LPTQ Nasional. Utk itu, saya pun tanya sana-sini dan banyak konsultasi dg para ahli seni rupa spt Dr. H. Wahidin Loekman, MSn (alumni ITB) dan H. AMY Dt. Garang (alumni ASRI Yogya). Hasilnya: 3 keriteria penilaian Kaligrafi Kontemporer, yaitu: 1) Unsur Kaligrafi (anatomi huruf) mencakup: tingkat keterbacaan dan kesahihan khat, khat kontemporer tentunya (dg nilai max. 30), 2) Unsur Seni Rupa (kreativitas dan kekayaan imajinasi) mencakup: orisinalitas dan inovasi, kekayaan desain dan tatawarna (unity, balance, harmony), dan kesesuaian tema gambar dg konteks ayat (dg nilai max. 50), dan 3) Sentuhan Akhir (kesan keseluruhan) mencakup: tingkat kerapihan dan tingkat ketuntasan karya (dg nilai max. 20).
Kaligrafi Kontemporer di MTQ kini sudah berusia 6 tahun. Masih terlalu "balita" utk ukuran sebuah mazhab. Tidak mengherankan bila mendapat banyak kritikan terutama dari kalangan pelukis kampus seni rupa, sebagai karya2 tdk bermutu, jumud-stagnan, selalu seragam dan membelenggu, begitu2 saja, kurang kreatif & inovatif, dan terkesan tdk mengikuti perkembangan seni rupa. Pandangan2 tsb. benar semata. Hanya, perlu dimaklumi penyebab kualitas estetis karya2 Kaligrafi Kontemporer di MTQ baru sampai ke batas "mulai melangkah" dan belum memenuhi seluruh cita2 ideal musabaqah. Pertama, karena hampir 100 % peserta hanyalah santri, pelajar, atau mahasiswa bukan dari sekolah/kampus seni rupa sehingga mereka berkarya tanpa tahu hukum2 seni rupa. Kedua, hampir tdk adanya pelukis dari sekolah/kampus seni rupa yg ikut lomba (kecuali 1-2 orang) sehingga tdk ada kalangan ahli yg diharap dapat "memberi warna" kpd peserta lomba keseluruhan. Bukankah "janji suci" di awal, Musabaqah Kaligrafi Kontemporer ini diperuntukkan bagi para pelukis yg tdk kebagian tarung kaligrafi murni tradisional? Mana mereka? Jika saja mereka yg mengisi, ceritanya akan lain, lombanya bakal tambah semarak. Ketiga, akibat dari semuanya, mayoritas peserta hanya berkarya dari meniru, memodivikasi atau mengembangkan karya kawannya dan pelomba terdahulu. Gaya pilihan pun hanya 1-2 (misalnya Figural yg dianggap lebih mudah) dan berbau-bau realis, padahal ada 5 gaya yg ditawarkan. Keempat, kurangnya pengetahuan dan info teknik melukis yg benar oleh kebanyakan peserta.
Kekurangan2 ini adalah pelajaran, dan jadi tanggungjawab para ahli utk memperbaikinya. Memberikan pendidikan melukis kpd para peserta MTQ. 🔹🔸🔲🖌️






Dibagikan : 0
Tangal posting : 2020-12-07 15:33:12
Pengupload :
sumber : Source
[ad_2]